Selayang pandangPondok Pesantren Langitan
Lembaga pendidikan ini dahulunya adalah hanya sebuah surau kecil tempat pendiri Pondok Pesantren Langitan, KH. Muhammad Nur mengajarkan ilmunya dan menggembleng keluarga dan tetangga dekat untuk meneruskan perjuangan dalam mengusir kompeni (penjajah) dari tanah Jawa.
KH. Muhammad Nur mengasuh pondok ini kira-kira selama 18 tahun
(1852-1870 M), kepengasuhan pondok pesantren selanjutnya dipegang oleh
putranya, KH. Ahmad Sholeh.
Setelah kira-kira 32 tahun mengasuh pondok pesantren Langitan
(1870-1902 M.) akhirnya beliau wafat dan kepengasuhan selanjutnya
diteruskan oleh putra menantu, KH. Muhammad Khozin. Ia sendiri mengasuh pondok ini selama 19 tahun (1902-1921 M.). Setelah beliau wafat matarantai kepengasuhan dilanjutkan oleh menantunya, KH. Abdul Hadi Zahid selama kurang lebih 50 tahun (1921-1971 M.), dan seterusnya kepengasuhan dipercayakan kepada adik kandungnya yaitu KH. Ahmad Marzuqi Zahid yang mengasuh pondok ini selama 29 tahun (1971-2000 M.) dan keponakan beliau, KH. Abdulloh Faqih
Perjalanan Pondok Pesantren Langitan
dari periode ke periode selanjutnya senantiasa memperlihatkan
peningkatan yang dinamis dan signifikan namun perkembangannya terjadi
secara gradual dan kondisional. Bermula dari masa KH. Muhammad Nur yang merupakan sebuah fase perintisan, lalu diteruskan masa KH. Ahmad Sholeh dan KH. Muhammad Khozin yang dapat dikategorikan periode perkembangan. Kemudian berlanjut pada kepengasuhan KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Ahmad Marzuqi Zahid dan KH. Abdulloh Faqih yang tidak lain adalah fase Pembaruan.
Dalam rentang masa satu setengah abad
Pondok Pesantren Langitan telah menunjukkan kiprah dan peran yang luar
biasa, berawal dari hanya sebuah surau kecil berkembang menjadi Pondok
yang representatif
dan populer di mata masyarakat luas baik dalam negeri maupun manca
negara. Banyak tokoh-tokoh besar dan pengasuh pondok pesantren yang
dididik dan dibesarkan di Pondok Pesantren Langitan ini, seperti KH.Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asy'ari, KH. Syamsul Arifin (ayah KH. As’ad Syamsul Arifin) dan lain-lain.
Dengan berpegang teguh pada kaidah
“Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal Akhdu Bil Jadidil Ashlah”
(memelihara budaya-budaya klasik yang baik dan mengambil budaya-budaya
yang baru yang konstruktif), maka Pondok Pesantren Langitan dalam perjalanannya senantiasa melakukan upaya-upaya perbaikan dan kontektualisasi dalam merekonstruksi bangunan-bangunan